ACEHPOKER hadir untuk Anda semua pecinta permainan kartu Poker Online yang khususnya berada di Asia
Situs Acehpoker Online Terpercaya - mundur sebagai Presiden Republik Indonesia (RI) ke-2, pada 21 Mei 1998. Peristiwa itu kerap disebut-sebut sebagai kemenangan demokrasi rakyat atas hancurnya rezim Orde Baru, setelah 32 tahun lebih berkuasa.
Kini, setelah 18 tahun berlalu, ternyata pengaruh Orde Baru masih sangat kuat. Masyarakat pun kembali bertanya-tanya, benarkah tumbangnya Soeharto diiringi dengan hancurnya rezim Orde Baru?
Sejarah perjuangan Orde Baru dimulai sejak 1966, ditandai dengan lahirnya Surat Perintah (SP) 11 Maret 1966, dan mencapai puncaknya pada Maret 1968, saat diangkatnya Soeharto menjadi Presiden RI ke-2 menggantikan Presiden Soekarno.
Fokus pertama Soeharto, pada tahun-tahun pertama masa jabatannya adalah memimpin Orde Baru dalam menjalankan berbagai ekonomi kerakyatan dan melaksanakan pembangunan ekonomi, serta meluruskan amalan Pancasila dan UUD 1945.
Selama seperempat abad Orde Baru, Indonesia yang sebelumnya terpecah belah akibat berbagai pemberontakan di daerah, karena terjadinya kesenjangan sosial, dan perbedaan ideologi yang tajam, berhasil disatukan dalam satu kesatuan.
( Baca : Bonus New Member 10,000,- )
Perekonomian Indonesia yang sempat mengalami inflasi hingga 1.000% juga berhasil ditekan. Dalam seperempat abad tersebut, Soeharto berhasil melaksanakan program Orde Baru dalam menjaga stabilitas politik dan ekonomi di atas permukaan.
Berbeda dengan rezim Soekarno yang mengambil jarak terhadap kubu Amerika Serikat (AS) dan menjalin hubungan mesra dengan Republik Rakyat Cina (RRC), dan Blok Komunis, Soeharto malah mendekat ke AS, dan merapat ke Blok Kapitalis.
Dengan merapat ke Kubu Kapitalisme, Soeharto berhasil menekan angka kemiskinan di Indonesia, dan melahirkan kelas baru dalam masyarakat, yakni kelas menengah. Kelas ini memiliki pola konsumsi dan pemikiran sendiri terhadap media massa.
Namun, tidak ada makan siang yang gratis. Di balik keberhasilannya tersebut, ternyata ada harga yang harus dibayar. Salah satunya berkaitan dengan fakta bahwa Soeharto memiliki kekuasaan atas negara dan ekonomi yang tidak terbatas.
Melalui doktrin Dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), Soeharto campur tangan promosi dan pengalihan tugas tentara. Hingga pertengahan 1970, tercatat lebih dari 20.000 tentara menduduki jabatan kekaryaan.
Kini, setelah 18 tahun berlalu, ternyata pengaruh Orde Baru masih sangat kuat. Masyarakat pun kembali bertanya-tanya, benarkah tumbangnya Soeharto diiringi dengan hancurnya rezim Orde Baru?
Sejarah perjuangan Orde Baru dimulai sejak 1966, ditandai dengan lahirnya Surat Perintah (SP) 11 Maret 1966, dan mencapai puncaknya pada Maret 1968, saat diangkatnya Soeharto menjadi Presiden RI ke-2 menggantikan Presiden Soekarno.
Fokus pertama Soeharto, pada tahun-tahun pertama masa jabatannya adalah memimpin Orde Baru dalam menjalankan berbagai ekonomi kerakyatan dan melaksanakan pembangunan ekonomi, serta meluruskan amalan Pancasila dan UUD 1945.
Selama seperempat abad Orde Baru, Indonesia yang sebelumnya terpecah belah akibat berbagai pemberontakan di daerah, karena terjadinya kesenjangan sosial, dan perbedaan ideologi yang tajam, berhasil disatukan dalam satu kesatuan.
( Baca : Bonus New Member 10,000,- )
Perekonomian Indonesia yang sempat mengalami inflasi hingga 1.000% juga berhasil ditekan. Dalam seperempat abad tersebut, Soeharto berhasil melaksanakan program Orde Baru dalam menjaga stabilitas politik dan ekonomi di atas permukaan.
Berbeda dengan rezim Soekarno yang mengambil jarak terhadap kubu Amerika Serikat (AS) dan menjalin hubungan mesra dengan Republik Rakyat Cina (RRC), dan Blok Komunis, Soeharto malah mendekat ke AS, dan merapat ke Blok Kapitalis.
Dengan merapat ke Kubu Kapitalisme, Soeharto berhasil menekan angka kemiskinan di Indonesia, dan melahirkan kelas baru dalam masyarakat, yakni kelas menengah. Kelas ini memiliki pola konsumsi dan pemikiran sendiri terhadap media massa.
Namun, tidak ada makan siang yang gratis. Di balik keberhasilannya tersebut, ternyata ada harga yang harus dibayar. Salah satunya berkaitan dengan fakta bahwa Soeharto memiliki kekuasaan atas negara dan ekonomi yang tidak terbatas.
Melalui doktrin Dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), Soeharto campur tangan promosi dan pengalihan tugas tentara. Hingga pertengahan 1970, tercatat lebih dari 20.000 tentara menduduki jabatan kekaryaan.
Mulai dari menteri, duta besar, anggota DPR, direktur perusahaan-perusahaan negara, perbankan, jabatan tinggi pemerintah, rektor universitas, gubernur, bupati, dan kepala desa. Semua posisi itu diduduki tentara dan orang terdekatnya.
Soeharto juga memanfaatkan ABRI untuk kepentingannya politiknya sendiri, dengan jalan mendukung Partai Golkar yang menjadi kendaraan politiknya. Dengan strategi ini, Soeharto membangun Orde Baru dengan korup, represif, dan otoriter.
Mereka yang berani melawan dan menentang kepentingan politik Soeharto, akan berhadapan dengan tentara. Sejarah mencatat, catatan kebebasan sipil masa Orde Baru sangat buruk. Kebebasan pers, dan hak berserikat dibungkam.
Kesenjangan antara yang kaya dan miskin dalam masyarakat pun semakin tajam. Angka kemiskinan yang disebut-sebut menurun ternyata hanya kamuflase, akibat dari Upah Minimal Pekerja (UMR) yang diletakkan pada level paling rendah.
Begitupun dengan kekacauan yang terjadi di daerah, hanya tampak permukaannya saja bisa ditekan. Padahal sebenarnya teror terhadap masyarakat sipil terus berlangsung di bawah pemukaan, tanpa adanya pemberitaan besar-besaran media massa.
Setelah pembantaian massal anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1965-1966, terjadi huru-hara Malari 1974 yang timbul sebagai akibat dari penolakan masyarakat atas ekspansi ekonomi Jepang di Indonesia.
Agen Acehpoker Judi Online Terpercaya Di Seluruh Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar